Rabu, 23 November 2016

pendidikan anak menurut agam islam

A.    pengertian pendidikan agama islam
              pendidikan merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata “pendidikan”, dalam kamus umum bahasa indonesia, pendidikan berasal dari kata didik, dengan di beri awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti “proses pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan”. Sedangkan arti mendidik itu sendiri adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran[1].
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani paedagogie yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).[2]
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa di artikan sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Atau dengan kata lain, baik jasmani maupun rohani, agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakatnya.”[3]
     Dalam bahasa inggris, kata yang menunjukan pendidikan adalah ”education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.
Sedangkan pendidikan agama islam sebagaimana yang diungkapkan sahilun A. Nasir, yaitu:
       “pendidikan agama islam adalah suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing anak didik yang beragama islam dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran islam itu benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam dirinya. Yakni, ajaran islam itu, benar-benar di pahami, diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental.[4]
Dan M. Arifin mendefinisikan pendidikan islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).
Jadi pendidikan agama islam, yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.



B.     MACAM-MACAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan hodos yang berati jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa arab, metode disebut tariqah, artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Menurut istilah, metode adalah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita.
Pendidikan islam adalah bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma yang islami agar terbentuk kepribadiannya menjadi kepribadian muslim.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan metode pendidikan islam disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.[5]
Abdullah Nashih Ulwan menyatakan bahwa teknik atau metode pendidikan islam itu ada lima macam, yaitu:
1).   Pendidikan dengan keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif  yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak didalam moral, spiritual dan sosial. Hal ini karna pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau perbuatan., baik materi atau spiritual, diketahui atau tidak diketahui.
Allah menunjukan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad adalah mengandung nilai paedagogis bagi manusia (para pengikutnya). Seperti ayat yang menyatakan:
اْلأَخِرَ وَذَ كَرَ اللهَ كَثِيْرًا وَالْيَوْمَ يَرْجُوااللهَ كاَنَ لِمَنْ حَسَنَةٌ أُسْوَةٌ  رَسُوْلِ اللهِ فِى لَكُمْ كاَنَ لَقَدْ
“sesungguhnya telah ada pada diri rasul itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah pada hari akhir dan dia banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Demikianlah metode pendidikan rasulullah SAW, ketika membina akhlak anak dengan contoh teladan beliau langsung. Bentuk pendidikan inilah yang merupakan sebaik-baiknya metode yang dapat diterapkan pada anak.
   Teladan yang baik adalah menyelaraskan perkataan dan perbuatan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Seorang ayah tidak cukup hanya memiliki wawasan keislaman yang bagus untuk mengarahkan anak-anaknya. Orang tua juga tidak bisa hanya sekedar memerintahkan anak-anaknya untuk merealisasikan apa yang telah diperintahkan kepada mereka.
   Dalam pembelajaran sesuatu kepada anak, pada intinya kita harus menyertakan tiga unsur, yakni hati, telinga, dan mata. Ketika orang tua mengenalkan sopan santun, sebaiknya mereka tak hanya memberikan nasihat atau perintah, tetapi juga contoh nyata.
          Membiasakan anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai aktivitas keagamaan tidak bisa dilakukan tanpa tiga hal, yaitu kenyamanan emosi, fisik, dan spiritual anak. Bila orang tua bisa memfasilitasi ketiganya, niscaya proses pembelajaran agama akan menjadi lebih baik.
2)    Pendidikan dengan adat kebiasaan
   Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat islam bahwa sang anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah. Ini sesuai dengan apa yang Allah firmankan:
فَأقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا  لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ  ذَ لِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ اْكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ 
“maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah anak. (itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Al-Ruum [30]: 30).
     Fitrah Allah bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.[6]
   Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan, tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.
   Oleh karna itu, setelah diketahui bahwa kecenderungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan pembiasaan adalah sangat besar dibanding usia lainnya, maka hendaklah para pendidik, ayah, ibu, dan pengajar untuk memusatkan perhatian pada anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia sudah mulai memahami realita kehidupan ini.
3).  Pendidikan dengan nasihat
Metode lain dalam pendidikan adalah pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual, dan soaial anak adalah pendidikan dengan pemberian nasihat. Sebab, nasihat itu dapat membukakan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasnya dengan akhlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip islam.
Setiap anak mempunyai kecenderungan untuk meniru dan terpengaruh oleh kata-kata yang didengarnya, kemudian direspons kedalam tingkah lakunya. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karna itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya kedalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Nasihat yang jelas dan dapat dipegangi adalah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiarkan perasaan itu jatuh kedasar bawah dan mati tak bergerak.
Al-Qur’an sendiri penuh berisi nasihat-nasihat dan tuntunan-tuntunan, seperti surat Luqman ayat 13:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَنُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ, يَبُنَىَّ لاَ تُشْرِكْ بِااللهِ  إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
“Dan (ingatlah) ketika lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “ hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS Luqman [31]: 13).
Rumah tangga yang bahagia itu adalah rumah tangga yang dengan sadar menjadikan kekayaannya saling menasihati, saling memperbaiki, serta saling mengoreksi dalam kebenaran dan kesabaran melalui nasihat yang halus, lembut dan penuh kasih sayang, sehingga nilai-nilai agama lebih mengena pada diri anak.
4).  Pendidikan dengan memberi perhatian
     Dimaksud dengan pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memerhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.
   Tidak diragukan bahwa pendidikan dianggap sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara utuh, yang menunaikan hak setiap orang dalam kehidupan, termasuk mendorongnya untuk menunaikan tanggung jawab dan kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta muslim hakiki, sebagai batu pertama untuk membangun fondasi islam yang kokoh. Dengan demikian, terwujudnya kemuliaan islam, dan dengan mengandalkan dirinya, akan berdiri daulah islamiyah yang kuat dan kokoh. Dengan kultur, posisi dan eksistensi, maka bangsa lain akan tunduk kepadanya.
   Metode pendidikan anak dengan cara memberikan perhatian kepada anak akan memberikan dampak positif, karena dengan metode ini, anak merasa dilindungi, diberi kasih sayang karena ada tempat untuk mengadu baik suka maupun duka. Sehingga anak tersebut menjadi anak yang berani untuk mengutarakan isi hatinya atau permasalahan yang ia hadapi kepada orang tua / gurunya.
5).   Pendidikan dengan memberikan hukuman
     Pada dasarnya hukum-hukum syariat islam yang lurus dan adil, prinsip-prinsipnya yang universal, berkisar disekitar penjagaan berbagai keharusan asasi yang tidak bisa dilepas oleh umat manusia. Manusia tak bisa hidup tanpa hukum. Dalam hal ini, para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh membatasi pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai al-kulliyat al-khamsah ( lima prinsip universal), yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal,dan menjaga harta benda.[7]
     Janganlah menghukum atau memukul anak sampai anak menjerit-jerit, menolong-nolong, yang tentu saja amat sakit. Karena, para ahli berpendapat bahwa hukuman yang kejam akan membuat sianak menjadi penakut, rendah diri, dan akibat-akibat lain yang negatif seperti sempit hati, pemalas, pembohong. Dia berani berbohong, karena bila tidak, kekerasan akan menimpa dirinya.
   Sebab-sebab yang mendorong diperbolehkannya sanksi pukulan antara lain sebagai berikut.
a)        Bila metode motivasi dan dorongan sudah diupayakan, tetapi tidak membuahkan hasil.
b)        Bila metode pemuasan dan pemberian nasihat sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil.
c)        Bila metode penolakan sudah dijalankan, tetapi tidak juga membuahkan hasil.
d)       Bila metode ancaman sudah diterapkan, tetapi tidak berhasil.
e)        Benar-benar diperkirakan ada dampak positifnya dibalik sanksi pukulan.
Selanjutnya, Abdul Lathif Al-Ajlan memberikan batasan-batasan dalam adab-adab pemukulan, yaitu sebagai berikut.
a)        Sanksi pukulan dilaksanakan sebagai sarana didik terakhir.
b)        Allah menetapkan sanksi pukulan untuk tujuan ta’dib (mengajarkan adab) yang merupakan elemen utama pendidikan.
c)        Allah melarang sanksi pukulan yang dilakukan dengan cara tidak hak atau semena-mena sehingga keluar dari tujuannya.
d)       Hendaknya sanksi ini dilakukan pada saat dan waktu yang tepat, dilengkapi oleh sarana yang tepat pula, tidak berbahaya atau membahayakan orang lain.
e)        Anak yang akan dihukum harus menyadari kesalahan dan pelanggaran yang dibuatnya.
f)         Faktor usia anak harus diperhatikan saat sanksi pukulan akan dijatuhkan.
g)        Ampunan dan maaf diberikan kepada anak yang tidak mengetahui perbuatannya adalah salah.
h)        Sebelum dihukum anak harus terlebih dahulu diberitahukan kesalahannya.
i)          Tidak dibenarkan dua bentuk hukuman, inderawi dan maknawi, dijatuhkan kepada anak secara sekaligus.
j)          Sanksi pukulan tidak boleh dari sepuluh dera.
Hukuman itu harus adil (sesuai dengan kesalahan). Anak harus mengetahui mengapa ia dihukum. Selanjutnya, hukuman itu harus membawa anak kepada kesadaran akan kesalahannya. Hukuman jangan meninggalkan dendam pada anak.
C.      METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), bagaimana keadaan kelak dimasa datang bergantung dari didikan orang tuanya. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya:
كُلُّ مَوْلُوْدِ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانِهِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
tiap anak yang dilahirkan keadaannya masih suci, hingga dapat berbicara, maka orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi yahudi, nasrani dan majusi”(HR. Aswad bin sari’).
Hadits diatas menjelaskan betapa besar pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya; ia bisa “menentukan” keadaan anaknya kelak dimasa datang. Oleh karna itu sudah seharusnyalah orang tua bersungguh-sungguh dan berhati-hati (dengan tetap berdasarkan agama) dalam mendidik anaknya.
Mendidik anak merupakan pemberian dan warisan yang utama dari orang tua terhadap anak-anaknya. Rasulullah bersabda:
مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ اَفْضَلَ مِنْ اَدَبٍ حَسَنٍ
tidak ada pemberian orang tua kepada anaknya yang lebih baik dari pada budi (pendidikan) yang baik” (HR. Turmudzi).
            اَكْرِمُوْا اَوْلَادَكُمْ وَاَحْسِنُوْا اَدَابَهُمْ فَإِنَّ اَوْلَادَكُمْ هَدِيَّةً اِلَيْكُمْ.
muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah akhlak mereka, karena sesungguhnya anak-anak kalian itu merupakan hadiah bagi kalian” (HR. Ibnu Majah).
pahala dari mendidik anak sangatlah besar, malah apabila orang tua berhasil dalam mendidik sehingga anak-anaknya menjadi shalih maka pahalanya mengalir terus meskipun orang tuanya sudah meninggal. Hal ini dijelaskan dalam hadist:
اِذَا مَا تَ ابْنُ اَدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلهُ اِلَّا مِنْ ثَلاَ ثٍ صَدَقَتٍ جَا رِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَا لِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Apabila anak Adam (manusia) sudah mati, maka putuslah semua amalannya; kecuali tiga hal: shadaqoh jariyahnya, ilmunya yang bermanfaat, dan anaknya yang shalih yang mendoakan” (HR. Muslim).         
Secara garis besar pendidikan terhadap anak itu menurut pendapat Dr. Abdullah Nasikh Ulwan dalam bukunya “Al-Tarbiyah Al Aud fi Al Islam” meliputi:
a.         Pendidikan keimanan
b.         Pendidikan akhlak
c.         Pendidikan jasmani
d.        Pendidikan akal
e.         Pendidikan jiwa
f.          Pendidikan sosial
Sepintas keenam bidang pendidikan tersebut sudah dibahas, sedangkan apabila dirinci menurut penulis, pendidikan anak itu mencakup kepada 16 aspek atau metode:
1.         Menanamkan Tauhid Dan Aqidah  
Inilah pertama yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, yaitu menanamkan keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa dan memiliki sifat-sifat yang mulia (Asmaul Husna). Hal ini pernah dicontohkan oleh Luqmanul Hakim dan diabadikan dalam Al-Qur’an:
dan (ingatlah) ketika Luqmanul hakim berkata kepada anaknya, “hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (QS. Luqman : 13).
Berikut ini langkah-langkah praktis atau contoh-contoh menanamkan tauhid dan akidah terhadap anak.
a.         Menanamkan tauhid ini bisa dimulai sejak anak dalam kandungan, yaitu dengan membiasakan anak (bayi) mendengarkan alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, ceramah-ceramah agama, kalimah-kalimah thoyyibah dan ucapan-ucapan yang sopan, santun serta lemah lembut.
b.        Setelah anak bisa bicara atau bercakap, ajarkanlah ia untuk dapat mengucapkan kata-kata Allah, Bismillah, Alhamdulillah, Astagfirullah, dan sebagainya.
c.         Tegurlah dan berilah peringatan dengan segera apabila anak mengucapkan kata-kata yang tidak baik.
d.        Jelaskan bahwa diri kita, tumbuhan, hewan dan semua yang ada dialam ini adalah ciptaan serta kepunyaan Allah Yang Maha Kuasa.
e.         Sampaikan lah kisah-kisah para Nabi, Rasul, dan orang-orang yang shalih, baik secara lisan, atau bisa juga berupa buku-buku kisah yang bergambar, atau berupa VCD, dan jelaskanlah hikmah atau pelajaran yang bisa diambil dari tiap kisah tersebut.
f.         Hindarkanlah anak dari cerita-cerita dan tontonan (film/sinetron) takhayul, khurafat, dan bid’ah, misalnya cerita-cerita mengenai hantu, mistik, kesaktian, zodiak atau ramalan bintang, dan sebagainya.
g.        Bawalah anak ketempat-tempat yang bisa memperkuat akidah dan tauhid, misalnya ke masjid, madrasah, atau tempat-tempat rekreasi yang kondusif seperti taman, pegunungan, pantai, peneropongan bintang, museum, dan sejenisnya. Berulah penjelasan kepada anak misalnya betapa kuasanya Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, lautan, bintang, matahari, bulan, dan sebagainya.
2.         Mengajarkan Al-Qur’an dan hadits
“Berilah anak-anakmu pendidikan atas tiga macam: mengasihi Nabi, mengasihi keluarganya (ahlul bait) dan membaca Al-Qur’an. Maka sesungguhnya orang yang hafal Al-Qur’an berada pada naungan Allah, yaitu dihari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah beserta para Nabi dan kekasih-kekasihnya” (hadits riwayat dailami dari ‘ali ra.).
Hadits diatas memerintahkan kepada orang tua diantaranya, agar mengajarkan kepada anak-anaknya membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah pedoman hidup, bagaimana kita bisa melakukan isi Al-Qur’an apabila membacanya saja tidak pernah? Oleh karena itu baca dan ajarkanlah Al-Qur’an dimulai dari diri sendiri serta keluarga masing-masing.
Berbahagialah meeke yang di rumahnya selalu di bacakan Al-Qur’an. Sabda Rasulullah, “Terangilah rumah-rumahmu dengan membaca Al-Qur’an”.
Lingkup mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak dan keluarga adalah:
a.         Mengenalkan huruf-huruf dan tata cara membaca Al-Qur’an dengan baik serta benar.
b.        Mengajarkan tata cara menulis huruf dan bacaan Al-Qur’an.
c.         Menyuruh anak dan menghafalkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an.
d.        Mengecek mengenai benar tidaknya anak-anak dalam membaca serta menulis ayat Al-Qur’an.
e.         Membiasakan seluruh anggota keluarga untuk membaca Al-Qur’an secara berjama’ah atau berganian dalam waktu rutin, misalnya tiap ba’da maghrib sampai isya. Setelah selesai membaca Al-Qur’an kemudian diberi penjelasan mengenai makna atau tafsir dari ayat-ayat yang baru selesai dibaca.
f.         Mengajarkan Al-Qur’an juga kepada sanak kerabat atau tetangga terdekat serta masyarakat sekitar.
g.        Melatih dam membiasakan untuk mengamalkan isi Al-Qur’an secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Adapun cara atau teknis mengajarkan Al-Qur’an dan hadits kepada anak-anak serta keluarga dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya:
a.         Mengajarkannya sendiri. Inilah yang terbaik, karna orang tua bisa langsung mengetahui kemampun dan kemajuan anak dalam belajar Al-Qur’an dan hadits.
b.        Memasukan anak-anak kesekolah agama atau madrasah misalnya: TK, TPA, Madrasah Diniyyah, atau bisa juga dengan mengadakan les privat Al-Qur’an dan hadits bagi bagi anak-anak dan keluarga di rumah dengan mendatangkan guru ngaji/ustadzah secara rutin.
c.         Dengan melalui alat yang lebih canggih, misalnya: video cassete, CD VCD, CD room, dan lain sebagainya. Tapi tentu saja harus sambil dibimbing oleh orang tua, ustadz atau ustadzah.
Jadikanlah Al-Qur’an dan hadits sebagai bacaan pertama serta utama dalam keluarga kita, karna kelak akan menjadi pedoman, penerang dan bekal di dunia serta di akhirat. Selain itu dengan membaca dan mengajarkan Al-Qur’an maka kita menjadi manusia pilihan (terbaik) seperti disabdakan Rasulullah :
خَيْرُ كُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاَنَ وَعَلَّمَهُ
orang yang terbaik diantara kalian ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).

3.         Melatih mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lain
Ada beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits yang memerintahkan para orang tua agar menyuruh atau mengajarkan anak-anaknya melaksanakan shalat. Diantaranya:
يَبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلَوةَ.  لقمان : 17
(nasihat Luqman kepada anaknya) “Hai anakku, dirikanlah shalat” (QS. Luqman:17).
Hadits pertama dijelaskan bahwa anak harus sudah disuruh atau diajarkan shalat ketika mereka sudah mengenal atau bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri, ini berarti ketika anak berumur sekitar dua atau tiga tahun. Pada umur ini anak dikenalkan tata cara shalat atau diajak bersama-sama mengerjakan shalat. Mungkin anak belum serius dalam mengerjakannya, tapi itu tak mengapa, yang terpenting anak harus sudah dikenalkan shalat sejak masih usia dini.
4.         Memisahkan tempst tidur dan menutup aurat
Rasulullah bersabda:
ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (putra-putri)” (HR. Abu Dawud).
Dari hadits diatas jelas sekali bahwa ketika anak berumur sepuluh tahun harus dipisahkan tempat tidurnya, terutama antara anak lelaki dan anak perempuan. Mengapa anak harus dipisahkan tempat tidurnya? Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalkan melihat aurat orang tuanya atau saudara-saudaranya sehingga timbul keinginan yang dilarang agama, dan sebagainya.
Adapun menutup aurat merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh semua umat islam. Bagi perempuan adalah menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan tangan.
Dalil kewajiban menutup aurat ini berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah, diantaranya:
“Hai anak adam (seluruh manusia).sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, supaya mereka ingat” (QS. Al-A’raaf: 26).



[1] H.TB.Aat Syafaat, S.Sos., M.Si. Drs. Sohari Sahrani, M.M., M.H. Muslih, S.Ag. Peranan Pendidikan Agama Islam (Jakarta:Rajawali Pers.2008)Hal:11-12
[2] Ibid: Hal:12
[3] Ibid: Hal:12
[4] Ibid: Hal:16
[5] Ibid: Hal:40
[6] Ibid: Hal:43
[7] Ibid: Hal:47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar