A. pengertian pendidikan agama islam
pendidikan merupakan kata majemuk
yang terdiri dari kata “pendidikan”, dalam kamus umum bahasa indonesia,
pendidikan berasal dari kata didik, dengan di beri awalan “pe” dan akhiran
“an”, yang berarti “proses pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan”. Sedangkan arti mendidik itu sendiri
adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran[1].
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani paedagogie yang berarti “pergaulan
dengan anak-anak”. Sementara itu, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik
dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah
paedagogos berasal dari kata paedos (anak)
dan agoge (saya membimbing,
memimpin).[2]
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa di artikan
sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak
untuk membing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
Atau dengan kata lain, baik jasmani maupun rohani, agar berguna bagi diri
sendiri dan masyarakatnya.”[3]
Dalam bahasa inggris, kata yang menunjukan
pendidikan adalah ”education” yang
berarti pengembangan atau bimbingan.
Sedangkan pendidikan agama islam sebagaimana yang
diungkapkan sahilun A. Nasir, yaitu:
“pendidikan
agama islam adalah suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing
anak didik yang beragama islam dengan cara sedemikian rupa, sehingga
ajaran-ajaran islam itu benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang
integral dalam dirinya. Yakni, ajaran islam itu, benar-benar di pahami,
diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi pengontrol
terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental.[4]
Dan M. Arifin mendefinisikan pendidikan islam adalah
proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan yang
mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan
kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).
Jadi pendidikan agama islam, yaitu usaha yang berupa
pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya
dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam, serta menjadikannya
sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.
B. MACAM-MACAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan hodos
yang berati jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa arab, metode disebut tariqah, artinya jalan, cara, sistem
atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Menurut istilah, metode adalah suatu
sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita.
Pendidikan islam adalah bimbingan secara sadar dari
pendidik (orang dewasa) kepada anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhannya
berdasarkan norma-norma yang islami agar terbentuk kepribadiannya menjadi
kepribadian muslim.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan metode pendidikan islam
disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau
materi pendidikan islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.[5]
Abdullah Nashih Ulwan menyatakan bahwa teknik atau metode
pendidikan islam itu ada lima macam, yaitu:
1). Pendidikan dengan keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam
mempersiapkan dan membentuk anak didalam moral, spiritual dan sosial. Hal ini
karna pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya
dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya, disadari ataupun tidak, bahkan
tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam
ucapan atau perbuatan., baik materi atau spiritual, diketahui atau tidak
diketahui.
Allah menunjukan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan
Nabi Muhammad adalah mengandung nilai paedagogis
bagi manusia (para pengikutnya). Seperti ayat yang menyatakan:
اْلأَخِرَ وَذَ كَرَ اللهَ كَثِيْرًا وَالْيَوْمَ يَرْجُوااللهَ كاَنَ لِمَنْ حَسَنَةٌ أُسْوَةٌ رَسُوْلِ اللهِ فِى لَكُمْ كاَنَ لَقَدْ
“sesungguhnya
telah ada pada diri rasul itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi
orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah pada hari akhir dan dia banyak
mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab
[33]: 21).
Demikianlah
metode pendidikan rasulullah SAW, ketika membina akhlak anak dengan contoh
teladan beliau langsung. Bentuk pendidikan inilah yang merupakan sebaik-baiknya
metode yang dapat diterapkan pada anak.
Teladan yang baik
adalah menyelaraskan perkataan dan perbuatan dalam satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Seorang ayah tidak cukup hanya memiliki wawasan keislaman yang
bagus untuk mengarahkan anak-anaknya. Orang tua juga tidak bisa hanya sekedar
memerintahkan anak-anaknya untuk merealisasikan apa yang telah diperintahkan
kepada mereka.
Dalam pembelajaran
sesuatu kepada anak, pada intinya kita harus menyertakan tiga unsur, yakni
hati, telinga, dan mata. Ketika orang tua mengenalkan sopan santun, sebaiknya
mereka tak hanya memberikan nasihat atau perintah, tetapi juga contoh nyata.
Membiasakan
anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai aktivitas
keagamaan tidak bisa dilakukan tanpa tiga hal, yaitu kenyamanan emosi, fisik,
dan spiritual anak. Bila orang tua bisa memfasilitasi ketiganya, niscaya proses
pembelajaran agama akan menjadi lebih baik.
2)
Pendidikan dengan
adat kebiasaan
Masalah-masalah
yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat islam bahwa sang anak diciptakan
dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah. Ini
sesuai dengan apa yang Allah firmankan:
فَأقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِى
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ
لِخَلْقِ اللهِ ذَ لِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ
وَلَكِنَّ اْكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
“maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah anak. (itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS
Al-Ruum [30]: 30).
Fitrah Allah
bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid.
Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, hal itu tidaklah wajar. Mereka
tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.[6]
Islam
mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan, lalu mengubah
seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan
kebiasaan, tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa
menemukan banyak kesulitan.
Oleh karna itu,
setelah diketahui bahwa kecenderungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan
pembiasaan adalah sangat besar dibanding usia lainnya, maka hendaklah para
pendidik, ayah, ibu, dan pengajar untuk memusatkan perhatian pada anak-anak
tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia sudah mulai memahami realita
kehidupan ini.
3). Pendidikan
dengan nasihat
Metode lain dalam pendidikan adalah pembentukan keimanan,
mempersiapkan moral, spiritual, dan soaial anak adalah pendidikan dengan
pemberian nasihat. Sebab, nasihat itu dapat membukakan mata anak-anak pada
hakikat sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasnya dengan akhlak
yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip islam.
Setiap anak mempunyai kecenderungan untuk meniru dan
terpengaruh oleh kata-kata yang didengarnya, kemudian direspons kedalam tingkah
lakunya. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karna itu kata-kata harus
diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya kedalam jiwa secara
langsung melalui perasaan. Nasihat yang jelas dan dapat dipegangi adalah
nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiarkan perasaan itu
jatuh kedasar bawah dan mati tak bergerak.
Al-Qur’an sendiri penuh berisi nasihat-nasihat dan
tuntunan-tuntunan, seperti surat Luqman ayat 13:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَنُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ,
يَبُنَىَّ لاَ تُشْرِكْ بِااللهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
“Dan (ingatlah) ketika lukman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “ hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar. (QS
Luqman [31]: 13).
Rumah tangga yang bahagia itu adalah rumah tangga yang
dengan sadar menjadikan kekayaannya saling menasihati, saling memperbaiki,
serta saling mengoreksi dalam kebenaran dan kesabaran melalui nasihat yang
halus, lembut dan penuh kasih sayang, sehingga nilai-nilai agama lebih mengena
pada diri anak.
4).
Pendidikan dengan memberi perhatian
Dimaksud dengan pendidikan dengan perhatian adalah
mencurahkan, memerhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam
pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu
bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.
Tidak diragukan
bahwa pendidikan dianggap sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara
utuh, yang menunaikan hak setiap orang dalam kehidupan, termasuk mendorongnya
untuk menunaikan tanggung jawab dan kewajiban secara sempurna. Melalui upaya
tersebut akan tercipta muslim hakiki, sebagai batu pertama untuk membangun
fondasi islam yang kokoh. Dengan demikian, terwujudnya kemuliaan islam, dan
dengan mengandalkan dirinya, akan berdiri daulah islamiyah yang kuat dan kokoh.
Dengan kultur, posisi dan eksistensi, maka bangsa lain akan tunduk kepadanya.
Metode pendidikan
anak dengan cara memberikan perhatian kepada anak akan memberikan dampak
positif, karena dengan metode ini, anak merasa dilindungi, diberi kasih sayang
karena ada tempat untuk mengadu baik suka maupun duka. Sehingga anak tersebut
menjadi anak yang berani untuk mengutarakan isi hatinya atau permasalahan yang
ia hadapi kepada orang tua / gurunya.
5). Pendidikan
dengan memberikan hukuman
Pada dasarnya hukum-hukum syariat islam yang lurus dan
adil, prinsip-prinsipnya yang universal, berkisar disekitar penjagaan berbagai
keharusan asasi yang tidak bisa dilepas oleh umat manusia. Manusia tak bisa
hidup tanpa hukum. Dalam hal ini, para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh
membatasi pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai al-kulliyat
al-khamsah ( lima prinsip universal), yakni menjaga agama, menjaga jiwa,
menjaga kehormatan, menjaga akal,dan menjaga harta benda.[7]
Janganlah
menghukum atau memukul anak sampai anak menjerit-jerit, menolong-nolong, yang
tentu saja amat sakit. Karena, para ahli berpendapat bahwa hukuman yang kejam
akan membuat sianak menjadi penakut, rendah diri, dan akibat-akibat lain yang
negatif seperti sempit hati, pemalas, pembohong. Dia berani berbohong, karena
bila tidak, kekerasan akan menimpa dirinya.
Sebab-sebab yang
mendorong diperbolehkannya sanksi pukulan antara lain sebagai berikut.
a)
Bila metode motivasi dan dorongan sudah diupayakan, tetapi
tidak membuahkan hasil.
b)
Bila metode pemuasan dan pemberian nasihat sudah
dilakukan, tetapi tidak berhasil.
c)
Bila metode penolakan sudah dijalankan, tetapi tidak juga
membuahkan hasil.
d)
Bila metode ancaman sudah diterapkan, tetapi tidak
berhasil.
e)
Benar-benar diperkirakan ada dampak positifnya dibalik
sanksi pukulan.
Selanjutnya,
Abdul Lathif Al-Ajlan memberikan batasan-batasan dalam adab-adab pemukulan,
yaitu sebagai berikut.
a)
Sanksi pukulan dilaksanakan sebagai sarana didik
terakhir.
b)
Allah menetapkan sanksi pukulan untuk tujuan ta’dib
(mengajarkan adab) yang merupakan elemen utama pendidikan.
c)
Allah melarang sanksi pukulan yang dilakukan dengan cara
tidak hak atau semena-mena sehingga keluar dari tujuannya.
d)
Hendaknya sanksi ini dilakukan pada saat dan waktu yang
tepat, dilengkapi oleh sarana yang tepat pula, tidak berbahaya atau
membahayakan orang lain.
e)
Anak yang akan dihukum harus menyadari kesalahan dan
pelanggaran yang dibuatnya.
f)
Faktor usia anak harus diperhatikan saat sanksi pukulan
akan dijatuhkan.
g)
Ampunan dan maaf diberikan kepada anak yang tidak mengetahui
perbuatannya adalah salah.
h)
Sebelum dihukum anak harus terlebih dahulu diberitahukan
kesalahannya.
i)
Tidak dibenarkan dua bentuk hukuman, inderawi dan
maknawi, dijatuhkan kepada anak secara sekaligus.
j)
Sanksi pukulan tidak boleh dari sepuluh dera.
Hukuman itu harus adil (sesuai dengan kesalahan). Anak
harus mengetahui mengapa ia dihukum. Selanjutnya, hukuman itu harus membawa
anak kepada kesadaran akan kesalahannya. Hukuman jangan meninggalkan dendam
pada anak.
C.
METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah),
bagaimana keadaan kelak dimasa datang bergantung dari didikan orang tuanya. Hal
ini dijelaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya:
كُلُّ مَوْلُوْدِ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى
يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانِهِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ
يُمَجِّسَانِهِ
“tiap anak yang dilahirkan
keadaannya masih suci, hingga dapat berbicara, maka orang tuanyalah yang
menjadikan anak itu menjadi yahudi, nasrani dan majusi”(HR. Aswad bin
sari’).
Hadits diatas
menjelaskan betapa besar pengaruh pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya;
ia bisa “menentukan” keadaan anaknya kelak dimasa datang. Oleh karna itu sudah
seharusnyalah orang tua bersungguh-sungguh dan berhati-hati (dengan tetap
berdasarkan agama) dalam mendidik anaknya.
Mendidik anak
merupakan pemberian dan warisan yang utama dari orang tua terhadap
anak-anaknya. Rasulullah bersabda:
مَا نَحَلَ
وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ اَفْضَلَ مِنْ اَدَبٍ حَسَنٍ
“ tidak ada pemberian orang tua kepada anaknya yang
lebih baik dari pada budi (pendidikan) yang baik” (HR. Turmudzi).
اَكْرِمُوْا اَوْلَادَكُمْ وَاَحْسِنُوْا اَدَابَهُمْ
فَإِنَّ اَوْلَادَكُمْ هَدِيَّةً اِلَيْكُمْ.
“muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah akhlak mereka,
karena sesungguhnya anak-anak kalian itu merupakan hadiah bagi kalian” (HR. Ibnu Majah).
pahala
dari mendidik anak sangatlah besar, malah apabila orang tua berhasil dalam
mendidik sehingga anak-anaknya menjadi shalih maka pahalanya mengalir terus
meskipun orang tuanya sudah meninggal. Hal ini dijelaskan dalam hadist:
اِذَا مَا تَ ابْنُ اَدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلهُ اِلَّا مِنْ
ثَلاَ ثٍ صَدَقَتٍ جَا رِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَا لِحٍ يَدْعُوْ
لَهُ
“Apabila
anak Adam (manusia) sudah mati, maka putuslah semua amalannya; kecuali tiga
hal: shadaqoh jariyahnya, ilmunya yang bermanfaat, dan anaknya yang shalih yang
mendoakan” (HR. Muslim).
Secara garis besar pendidikan terhadap anak itu menurut
pendapat Dr. Abdullah Nasikh Ulwan dalam bukunya “Al-Tarbiyah Al Aud fi Al
Islam” meliputi:
a.
Pendidikan keimanan
b.
Pendidikan akhlak
c.
Pendidikan jasmani
d.
Pendidikan akal
e.
Pendidikan jiwa
f.
Pendidikan sosial
Sepintas keenam bidang pendidikan tersebut sudah dibahas,
sedangkan apabila dirinci menurut penulis, pendidikan anak itu mencakup kepada
16 aspek atau metode:
1.
Menanamkan Tauhid Dan Aqidah
Inilah pertama
yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, yaitu menanamkan
keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa dan memiliki sifat-sifat yang mulia (Asmaul
Husna). Hal ini pernah dicontohkan oleh Luqmanul Hakim dan diabadikan dalam
Al-Qur’an:
“dan (ingatlah) ketika Luqmanul hakim berkata kepada
anaknya, “hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (QS.
Luqman : 13).
Berikut ini langkah-langkah praktis atau contoh-contoh
menanamkan tauhid dan akidah terhadap anak.
a.
Menanamkan tauhid ini bisa dimulai sejak anak dalam
kandungan, yaitu dengan membiasakan anak (bayi) mendengarkan alunan ayat-ayat
suci Al-Qur’an, ceramah-ceramah agama, kalimah-kalimah thoyyibah dan
ucapan-ucapan yang sopan, santun serta lemah lembut.
b.
Setelah anak bisa bicara atau bercakap, ajarkanlah ia
untuk dapat mengucapkan kata-kata Allah, Bismillah, Alhamdulillah,
Astagfirullah, dan sebagainya.
c.
Tegurlah dan berilah peringatan dengan segera apabila
anak mengucapkan kata-kata yang tidak baik.
d.
Jelaskan bahwa diri kita, tumbuhan, hewan dan semua yang
ada dialam ini adalah ciptaan serta kepunyaan Allah Yang Maha Kuasa.
e.
Sampaikan lah kisah-kisah para Nabi, Rasul, dan
orang-orang yang shalih, baik secara lisan, atau bisa juga berupa buku-buku
kisah yang bergambar, atau berupa VCD, dan jelaskanlah hikmah atau pelajaran yang
bisa diambil dari tiap kisah tersebut.
f.
Hindarkanlah anak dari cerita-cerita dan tontonan
(film/sinetron) takhayul, khurafat, dan bid’ah, misalnya cerita-cerita mengenai
hantu, mistik, kesaktian, zodiak atau ramalan bintang, dan sebagainya.
g.
Bawalah anak ketempat-tempat yang bisa memperkuat akidah
dan tauhid, misalnya ke masjid, madrasah, atau tempat-tempat rekreasi yang
kondusif seperti taman, pegunungan, pantai, peneropongan bintang, museum, dan
sejenisnya. Berulah penjelasan kepada anak misalnya betapa kuasanya Allah
menciptakan tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, lautan, bintang, matahari,
bulan, dan sebagainya.
2.
Mengajarkan Al-Qur’an dan hadits
“Berilah anak-anakmu pendidikan atas tiga macam: mengasihi Nabi, mengasihi
keluarganya (ahlul bait) dan membaca Al-Qur’an. Maka sesungguhnya orang yang
hafal Al-Qur’an berada pada naungan Allah, yaitu dihari yang tidak ada naungan
kecuali naungan Allah beserta para Nabi dan kekasih-kekasihnya” (hadits riwayat dailami dari ‘ali ra.).
Hadits diatas memerintahkan kepada orang tua diantaranya,
agar mengajarkan kepada anak-anaknya membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah
pedoman hidup, bagaimana kita bisa melakukan isi Al-Qur’an apabila membacanya
saja tidak pernah? Oleh karena itu baca dan ajarkanlah Al-Qur’an dimulai dari
diri sendiri serta keluarga masing-masing.
Berbahagialah meeke yang di rumahnya selalu di bacakan
Al-Qur’an. Sabda Rasulullah, “Terangilah rumah-rumahmu dengan membaca
Al-Qur’an”.
Lingkup mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak dan
keluarga adalah:
a.
Mengenalkan huruf-huruf dan tata cara membaca Al-Qur’an
dengan baik serta benar.
b.
Mengajarkan tata cara menulis huruf dan bacaan Al-Qur’an.
c.
Menyuruh anak dan menghafalkan bacaan ayat-ayat
Al-Qur’an.
d.
Mengecek mengenai benar tidaknya anak-anak dalam membaca serta
menulis ayat Al-Qur’an.
e.
Membiasakan seluruh anggota keluarga untuk membaca
Al-Qur’an secara berjama’ah atau berganian dalam waktu rutin, misalnya tiap
ba’da maghrib sampai isya. Setelah selesai membaca Al-Qur’an kemudian diberi
penjelasan mengenai makna atau tafsir dari ayat-ayat yang baru selesai dibaca.
f.
Mengajarkan Al-Qur’an juga kepada sanak kerabat atau
tetangga terdekat serta masyarakat sekitar.
g.
Melatih dam membiasakan untuk mengamalkan isi Al-Qur’an
secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Adapun cara atau teknis mengajarkan Al-Qur’an dan hadits
kepada anak-anak serta keluarga dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya:
a.
Mengajarkannya sendiri. Inilah yang terbaik, karna orang
tua bisa langsung mengetahui kemampun dan kemajuan anak dalam belajar Al-Qur’an
dan hadits.
b.
Memasukan anak-anak kesekolah agama atau madrasah
misalnya: TK, TPA, Madrasah Diniyyah, atau bisa juga dengan mengadakan les
privat Al-Qur’an dan hadits bagi bagi anak-anak dan keluarga di rumah dengan
mendatangkan guru ngaji/ustadzah secara rutin.
c.
Dengan melalui alat yang lebih canggih, misalnya: video
cassete, CD VCD, CD room, dan lain sebagainya. Tapi tentu saja harus sambil
dibimbing oleh orang tua, ustadz atau ustadzah.
Jadikanlah
Al-Qur’an dan hadits sebagai bacaan pertama serta utama dalam keluarga kita,
karna kelak akan menjadi pedoman, penerang dan bekal di dunia serta di akhirat.
Selain itu dengan membaca dan mengajarkan Al-Qur’an maka kita menjadi manusia
pilihan (terbaik) seperti disabdakan Rasulullah :
خَيْرُ كُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاَنَ وَعَلَّمَهُ
“orang yang
terbaik diantara kalian ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya” (HR. Bukhari).
3.
Melatih mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lain
Ada beberapa
ayat Al-Qur’an dan hadits yang memerintahkan para orang tua agar menyuruh atau
mengajarkan anak-anaknya melaksanakan shalat. Diantaranya:
يَبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلَوةَ. لقمان : 17
(nasihat Luqman kepada anaknya) “Hai anakku,
dirikanlah shalat” (QS. Luqman:17).
Hadits pertama dijelaskan bahwa anak harus sudah disuruh
atau diajarkan shalat ketika mereka sudah mengenal atau bisa membedakan tangan
kanan dan tangan kiri, ini berarti ketika anak berumur sekitar dua atau tiga
tahun. Pada umur ini anak dikenalkan tata cara shalat atau diajak bersama-sama
mengerjakan shalat. Mungkin anak belum serius dalam mengerjakannya, tapi itu
tak mengapa, yang terpenting anak harus sudah dikenalkan shalat sejak masih
usia dini.
4.
Memisahkan tempst tidur dan menutup aurat
Rasulullah bersabda:
“ketika
mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka
(putra-putri)” (HR. Abu Dawud).
Dari hadits diatas jelas sekali bahwa ketika anak berumur
sepuluh tahun harus dipisahkan tempat tidurnya, terutama antara anak lelaki dan
anak perempuan. Mengapa anak harus dipisahkan tempat tidurnya? Supaya tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalkan melihat aurat orang tuanya atau
saudara-saudaranya sehingga timbul keinginan yang dilarang agama, dan
sebagainya.
Adapun menutup aurat merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh semua umat islam. Bagi perempuan adalah menutup seluruh tubuh,
kecuali muka dan tangan.
Dalil kewajiban menutup aurat ini berdasarkan ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah, diantaranya:
“Hai anak adam (seluruh manusia).sesungguhnya kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, supaya mereka ingat” (QS. Al-A’raaf:
26).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar