Jumat, 25 November 2016

pengertian pendidikan

.  Pengertian Pendidikan
       Dalam Kehidupan Sosial, Pendidikan ialah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik, sebagaimana juga yang  di uraikan oleh wiji suwarno (2009) bahwa pendidikan ialah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Sedangkan secara akademis, pendidik adalah tenaga kepaendidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, konselo, pamong belajar widyiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpatisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
                            Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa pendidikan ialah orang yang memengaruhi perkembangan seseorang. karena pendidikan merupakan proses, pastinya akan banyak orang yang memengaruhi perkembangan anak didik, namun, tentunya tidak semua orang dapat dikatakan sebagai pendidik sebab untuk menjadi seorang pendidik perlu memenuhi persyaratan-persyaratan atau kreteri yang telah ditetapkan
                            Meskipun tidak muda dalam memenuhi syarat untuk dapat menjadi seorang pendidik, tetapi apabila menelaah pengertian pendidik di atas, pengertian pendidik ialah orang yang memengaruhi perkembangan seseorang ini. Berarti akan ada banyak orang dari berbagai elemen yang dapat dikatakan sebagai pendidik, dengan demikian, para orang tua, guru, tokoh masyarakat, aparat pemerintah, bahkan pemimpin negara pun dapat dikatakan sebagai pendidik.
                            Ahmad D. Marimba (1989) menyatakan bahwa secara umum pendidik ialah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.  Pendidik ialah orang yang memengaruhi perkembangan seseorang, karena pendidikan merupakan proses, pastinya akan ada banyak oarang yang memengaruhi perkembangan anak didik. Namun tentunya tidak semua orang dapat dikatakan sebagai pendidik sebab untuk menjadi seorang pendidik perlu memenuhi persyaratan-persyaratan atau kreteria yang telah ditentukan.
                            Meskipun tidak mudah dalam memenuhi syarat untuk dapat menjadi seorang pendidik, tetapai apabila menelaah pengertian pendidik di atas pengertian pendidik ialah orang yang memengaruhi perkembangan seseorang. Ini berarti akan ada banyak orang dari berbagai elmen yang dapat di katakan sebagai pendidik. Dengan demikian, para orang tua, guru, tokoh masyarakat, aparat pemerintah, bahkan pemimpin negara pun dapat dikatakan sebagai pendidik.[1]
                            Adapun pengertian pendidik secara umum. Ahmad D. Marimba (1989) menyatakan bahwa secara umum pendedik ialah orang yang memengaruhi perkembangan seseoreang. Karena pendidikan merupakan peroses, pastinya akan ada banyak orang yang memengaruhi perkembangan anak didik. Sebagaimana  yang  di uraikan Ahmad Tafsir (2008) bahwa di dalam ilmu pendidikan yang dimaksud pendidikan ialah semua yang memengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan kebudayaan. Dari ketiganya yang paling penting adalah manusia. Manusia sebagai kelompok  pendidik banyak macamnya, tetapi yang paling dikenal dalam ilmu pendidikan ialah orang tua, guru di sekolah,teman sepermainan, dan tokoh atau figur masyarakat. Di antara pendidik tersebut yang paling bertanggung jawab adalah orang tua. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak.
                            Allah menitipkan anak kepada orang tua. Dengan demikia tugas orang tua sejak sebelum memiliki anak, kemudian mengandung hingga anak dilahirkan  memiliki kewajiban untuk menjaga, merawat dan mendidiknya. Dengan demikian, dalam kluarga anak pertama-tama memperoleh kemanusiaannya. Dalam kluarga orang tua harus memenuhi pendidikan jasmani anak, seperti: menjaga kebersihan, mengatur makanan, tidur, dan istirahat. Orang tua juga perlu mengajarkan jenis-jenis permainan fisik dan keterampilan yang menggunakan kemampuan fisik. Pendidikan rohani yang di berikan kepada anak sejak usia dini dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi tugas yang tidak dapat di serahkan kepada orang lain. Sedangkan untuk pendidikan akal, orang tua dapat berkolaborasi dengan pendidikan pendamping atau guru dalam  mengupayakan kecerdasan kognitif anak.
                            Secara umum penggunaan kata guru dapat berarti luas, dimasyarakat orang yang mengajarkan suatu disiplin ilmu selain orang tua disebut juga guru. ada guru di lembaga pendidikan formal (guru di sekolah). Ada guru di masyarakat (lembaga pendidikan non formal), seperti orang yang mengajarmaka ngaji maka ia disebut guru  mengaji. Ada juga guru yang mengajarkan silat, ia kemudian disebut guru silat. Ada juga guru yang mengajarkan keahlian seperti: menyetit, montir, menjahit, memasak, dan masi banyak guru-guru lainya yang pernah kita dengar.
                            Menyikapi banyaknya istilah guru yang ada di masyarakat, Mahmud dan Ija suntana (2011) mengutip Djamarah (2000) menyatakan bahwa guru dalam pandangan masyarakat pendidikan adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, bisa di lembaga pendidikan formal, di masjid,  mushala, rumah, dan sebagainya. Dalam konteks ini guru mendapat arti yang luas. Sebab seperti orang yang memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang dapat disebut guru. Dengan demikian, di masyarakat dikenal   ada guru sekolah/kelas, guru mengaji, guru menjahit, guru silat, guru senam, dan lain-lain (purwanto 1998).
                            Selain di masyarakat pendidik dikenal dengan arti yang luas, ada juga pemahaman tentang pendidik dalam arti seperti. Pendidik dalam arti luas adalah manusia; baik itu orang tua di lembaga pendidikan, aparat pemerintah, tokoh masyarakat atau figur  masyarakat. Sementara pendidikan dalam arti khusus memiliki batasan tertentu yang biasanya disebut guru di sekolah. Hal ini berhubungan dengan semakin sempitnya pemahaman manusia dewasa ini tentang pendidikan itu sendiri.
                            Perkembangan zaman di era globalisasi kini juga ternyata memengaruhi pengertian dan pemahaman manusia itu sendiri terhadap pendidikan. Dewasa ini, banyak orang yang menganggap bahwa pendidikan identik dengan schooling. Tidak heran jika anggapan terhadap pendidikan pun mengarah pada pemahaman yang khusus (sempit). Oleh karna itu, banyak yang beranggapan bahwa pendidikan itu adalah guru.
                            Mengutip rama yules (2013), di indonesia pendidikan disebut  juga guru, yaitu orang yang diguru dan ditiru. Berdasarkan dari Nawawi, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikel orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung  jawab dalam membentuk dan membimbing anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing, baik kedewasaan jasmani maupun rohani. Dalan Undang-Undang republik indonesia (UURI) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidik yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselo, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 
                            Dalam UURI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru sendiri diartikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan manengah. Sementara itu, seperti yang dikutip Samsul Nijar (2002), Ahmad Tafsir (1992) menguraikan bahwa secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Pendidik di lembaga pendidikan disebut dengan guru, yang meliputi guru sekolah atau guru madrasah sejak mulai taman kanak-kanak/raudhatul atfhal (PAUD) hingga sekolah menengah.  Sementaru guru untuk pendidikan tingkat tinggi disebut dosen, dan kiai merupakan sebuah guru untuk di pesantren.[2]
                     B.  Bagaimana Cara Mendidik Murid dengan baik
                            Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki keperibadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan keperibadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih  berat dibanding yang lainya. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru” digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang di anut dan berkemdang di masyarakat tempat melkasanakan tugas dan bertempat tinggal. Secara nasional, nilai-nilai tersebutsudah dirumuskan, tetapi barang kali masih ada nilai tertentu yang belum terwadahi dan harus dikenal oleh guru, agar dapat melestarikannya, dan berniat untuk tidak berperilaku yang bertentangan dengan nilai tersebut sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya prises pendidikan bagi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, wawasan nasional mutlak diperlukan dalam pembelajaran.
                            Ujian berat bagi guru dalam hal keperibadian ini adalah rangsangan yang memancing  emosinya. Kesetabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung prasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temparamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangt berguna. Guru yang mudah marah akan mambuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran  untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi peserta didik.[3]
                            Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata yang dikeluarkan, dalam raut muka dan mungkin dengan gerakan-gerakan  tertentu, bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk memberikan hukuman fisik. Sebagai kemarahan bernilai negatif, dan sebagian lagi bernilai positif. Kemarahan yang berlebihan seharusnya tidakditampakan, karena menunjukan kelebihan emosi guru. Dilihat dari penyebabnya sering nampak bahwa kemarahan adalah salah karena ternyata disebabkan  oleh peserta didik yang tidak mampu memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan, padahal dia telah belajar dengan sungguh-sungguh. Kematangan emosi guru akan berkembang sejalan dengan pengalamannya. Jadi tidak sekedar jumlah umur atau masa kerjanya saja yang bertambah, melainkan bertambahnya kemamapuan memecahkan masalah atas dasar pengalaman masa lalu, sebagai pribadi yang hidup ditengah-tengah masyarakat, guru perlu juga  memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuanya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluasan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang  bersangkutan kurang bisa di terima oleh masyarakat.
                            Jika di masyarakat, guru di amati dan dinilai oelh masyarakat, maka di sekolah diamati oleh peserta didik, dan oleh teman sejawat serta atasannya. Dalam kesempatan tertentu sejumlah  peserta didik membicarakan kebajikan gurunya, tetapi dalam situasi yang lain mereka membicarakan kekurangnnya. Ada baiknya jika guru sering minta pendapat teman sejawat atau peserta didik tentang penampilannya sehari-hari, baik didalam maupun diluar kelas, dan segera memanfaatkan pendapat yang telah di terima dalam upaya mengubah atau memperbaiki penampilan tertentu yang kurang tepat.
                            Salah satu hal yang perlu di pahami guru untuk mengepektifkan proses pembelajaran adalah bahwa semua manusia (peserta didik) dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan, dan mereka semua memiliki potensi untu memenuhi rasa ingin tahunya. Misalkan kita memberikan mainan kepada seorang bayi, perhatikan bagai mana asyiknya ia memainkan mainannya, menggerak-gerakkan bagian seluruh bagian  tubuhnya segabai reaksi terhadap mainan tersebut, memutar dengan tangan, menggigit atau memasukan mainan tersebut kemulutnya dan bahkan sekali-kali ia melemparkannya. Kesemuanya itu dilakukan karna rasa ingin tahunya terhadap mainan.
                            Belajar dari pengalaman tersebut, dalam pembelajaranpun kondisinya tidak jauh berbeda, peserta didik memiliki rasa ingin tahu, dan memiliki potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Oleh karna itu, tugas guru yang paling utama adalah bagaimana membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik agar tumbuh minat dan motivasinya untuk belajar.

                            Bertolak dari asumsi bahwa life is education adn education is life, dalam arti pendidikakan merupakan persoslan hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan maka pendidikan islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup islam, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang islam. Karena itu, pandangan hidup yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup sesorang harus bisa mendatangkan berkah, yakni nilai tambahan, kenikmatan, dan kebahagiaan dalam hidup,  pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun.
                     C.  Bagaimana Cara Menciptakan Pembelajaran untuk Mendidik Murid
                            Menjadi guru kreatif, frefosional, dan menyenangkan ditunjukan untuk memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran untuk mendidik murid dan memilih metode pembelajaran yang efektif. Hal ini penting terutama menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Cara guru melakukan suatu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Untuk kepentingan tersebut, bab ini menjajikan pendekatan dan metode pembelajaran yang perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Sedikitnya terdapat limu pendekatan pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik. Kopetensi menunjukan kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan mulai dari menggosok gigi, sampai dengan melakukan oprasi jantung. Dalam hubungannya dengan proses pembelajaran, kompetensi menujuk kepada perbuatan (performance) yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Dikatakan perbuatan, karena merupakan prilaku yang dapat diamati meskipun sebenarnya sering kali terlihat pula proses yang tidak nampak seperti pengambilan keputusan/pilihan sebelunmnya perbuatan dilakukan. Kay (1977) mengemukakan bahwa “competency based education, an approach to instruction thataims to teach each student the basic knawledge, skill, attitudes, and values esential to copetence”  Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan denan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi   merupakan indikator yang menunjukan kepada perbuatan yang bisa diamati , dan sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Pembentukan kompetensi bersifat transaksional, bergantung pada kondisi-kondisi dan pihak-pihak yang terlihat secara aktual. Paling tidak terdapat tiga landasan teoretis yang mendasari pendidikan berdasarkan pendekatan kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran klompok kearah pembelajaran individual. Melalui pembeljaran individual peserta didik diharapkan dapat belajar sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Setiap peserta didik dapat belajar dengan cara dan berdasarkan kemampuan masing-masing. Hal ini membutuhkan pengaturan kelas yang fleksibel, baik sarana maupun waktu, karena dimungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda, penggunaan alat yang berbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula. Kedua, pengembamgan konsep belajar pintas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasan (learning for mastery) adalah suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sisitem pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil yang baik dari seluruh bahan yang diberikan. Bloom dalam Hall (1986) menyatakan bahwa “sebagian besar peserta didik dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya, dan tugas pembelajaran adalah mengkondisikan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik menguasai materi pembelajaran yang diberikan,”landaras teoretis ketiga lagi perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah usaha penyusunan kembali devinisi kembali bakat. Dalam kaitan ini Carrol dalam Hall (1986) menyatakan bahwa dengan waktu yang cukup semua peserta didik dapat mencapai penguasaan suatu tugas belajar. Jika asumsi tersebut diterima, perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas belajar.
                            Implikasi terhadap pembelajaran adalah sdebagai berikut. Pertama, pembelajaran perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun dilaksanakan secara klasikal, dalam pembelajaran perlu diperhatikan perbedaan peserta didik. Dalam hal ini misalnya tugas diberikan secara individu, bukan secara klompok. Kedua, perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang bervareasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar dengan tenang dan menyenangkan. Ketiga, dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam menyelesaikan tugas/praktek pembelajaran agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajar dengan baik. Apabila waktu yang tersedia disekola tidak mencukupi, berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan diluar kelas. Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan pendekatan kompetensi, Ashan (1981) mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi.
                            Kompetensi yang ingin dicapai merupakan pertanyaan tujuan (goal statement) yang hendak diperoleh peserta didik serta menggambarkan hasil belajar (learning outcomes) pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Strategi mencapai kompetensi (the enabling strategy), merupakan strategi untuk membantu peserta didik dalam menguasai kompetensi yang ditetapkan. Untuk itu dapat dibuat sejumlah alternatif kegiatan, misalnya membaca, mendengarkan, berkreasi, berinteraksi, observasi, dan sebagainya sampai terbentuk suatu kompetensi.
                            Evaluasi dilakukan untuk menggambar prilaku hasil belajar (behavioral outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan berdasarkan apa yang diperoleh dari belajar. Sejalan dengan uraian diatas Sukmadinata (1983) mengemukan tiga tahap yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
                            Berdasarkan uraian diatas pembelajaran dengan pendekatan kompetensi dapat dilakukan dengan langkah-langkah umum sebagai berikut.[4]
a.       Tahap perencanaan
Dalam tahap perencanaan pertama-tama perlu ditetapkan kompetensi-kompetensi yang akan diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan kompetensi-kompetensi tersebut selanjunya dikembangkan tema, subtema, dan topik-topik mata pembelajaran yang akan diajarkan. Pendekatan kompetensi yang mendasari konsep kesepadaan teori dan praktek sering menggunakan modul sebagai sistem pembelajaran. Modul merupakan suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu peserta didik mencapai jumlah tujuan yang dirumuskan secara jelas.
Mengingat kondisi guru-guru di indonesia sangat beraneka ragam, baik berkaitan dengan kemampuan maupun latar belakang pendidikan, dalam pengembangan materi pembelajaran, khususnya dalam persiapan pembelajaran, disarankan minimal meliputi tiga hal, yakni tujuan yang ingin dicapai, materi yang dipelajari, dan sejumlah pertanyaan untuk menilai kemampuan belajar peserta didik.
b.      Pelaksanaan pembelajaran
          Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk perbuatan. Dalam pendidikan berdasarkan kompetensi pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu rangkaian pembelajaran yang dilakukan secara berkesinambungan, yang meliputi tahap persiapan penyajian, aplikasi, dan penilaian. Tahap persiapan merupakan tahap guru mempersispkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran. Hal-hal yang termasuk dalam tahap ini adalah mempersiapkan ruang belajar, alat dan bahan, dan sumber belajar, serta mengkondisikan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga peserta didik siap belajar. Tahap penyajian merupakan tahap guru menyajikan informasi, menjelaskan cara kerja baik keseluruhan proses maupun masing-masing gerakan yang dilakukan dengan cara demonstrasi.
   Tahap aplikasi atau praktek ialah tahap peserta didik diberi kesempatan melakukan sendiri kegiatan belajar yang ditugaskan. Kegiatan guru lebih terkonsentrasi kepada pengawasan dan pemberian bantuan secara perseorangan maupun kelompok.
   Tahap penilaian ialah tahap guru memeriksa hasil kerja dengan menyertakan peserta didik untuk menilai kualitas kerja serta waktu yang dipergunakan dalam penyelesaian pekerjaan tersebut.
c.       Evaluasi dan penyempurnaan
   Evaluasi dan penyempurnaan perlu dilakukan sebagai suatu proses yang kontinu untuk memperbaiki pembelajaran dan membimbing pertumbuhan peserta didik. Dalam kaitannya dengan pembelejaran berdasarkan pendekatan kompetensi, evaluasi dilakukan untuk menggambarkan perilaku hasil belajar (behavioral outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan berdasarkan apa yang diperoleh dari belajar.evaluasi dan behavioral outcomes ini mengandung nilai-nilai yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas atau derajat pencapaian competensi yang ditetapkan
D.   Sistem Belajar Mengajar Murid.
          Dalam kegiatan belaja mengajar, tugas guru adalah meberikan kemudahan belajar melalui bimbingan dan motivasi untuk mencapai tujuan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendorong aktivitas dan kretivitas peserta didik dalam pembelajaran antara lain: diskusi, pengamatan, penelitian, peraktikum dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjukan tercapainya tujuan pembelajaran   
          Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikam materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari  kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayakan diarahkan untuk mendorang pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setia individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar.
          Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan “pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan perannya sebagai pengajar, sebab scara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Mangajar belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat sisiwa belajar. Keterkaitan antara mengajar dan belajar diistilahkan Dewey sebagai “menjual dan membeli” –Teaching is to Learning as lelling is to Buying. Artinya, seseorang tidak mungkin akan menjual manakala tidak ada orang yang membeli, yang berarti tak akan ada perbuatan mengajar manakala tidak membuat seseorang belajar. Dengan demikian, dalam istilah mengajar juga terkandung proses belajar siswa. Inilah makna pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbeser peranan siswa disatu pihak dan memperkecil peranan guru dipihak lain. Dalam istilsh pembelajaran, guru tetap harus berperan  secara optimal, demikian juga halnya dengan siswa. Perbedaan  dominasi dan aktivitas di atas, hanya menunjukan kepada perbedaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan sisiwa terhadap materi dan proses pembelajaran. Sebagai contoh, ketika guru menentukan proses belajar mengajar dengan menggunakan metode buzz group (contohnya dengan ceramah) dalam pembelajaran, tidak berarti peran siswa menjadi semakin kecil. Mereka harus tetap berperan secara optimal dalam rangka menguasai dan memahami materi pelajar yang disampaikan oleh guru.[5]
          Dari urayan itu, maka tampak jelas bahwa istilah “pembelajaran” (instruction) itu menujukan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Disini jelas, proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru. Yang membedakannya hanya terletak pada peranannya saja. Bruce weil (1980) mengemukakan tiga perinsip penting dalam proses pembelajaran semacam ini. Pertama,  proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan lingkungan ini dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan penggunaan fakta-fakta. Menurut piaget, struktur kognitif akan tumbuh manakala siswa memiliki pengalaman belajar. Oleh karena itu, proses pembelajaran menurut aktifitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri.
          Kedua berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe pengetahuan yang masing-masing memerlukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan tersebut adalah pengetahuan fisis, sosial, dan logika. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu berintraksi satu dengan yang lain-lainnya. Pengetahuan fisis diperoleh melalui pengalaman indra secara langsung. Misalkan anak memegang kain sutra yang terasa halus, atau memegang logam yang bersifat, dan lain sebagainya. Dari tindakan-tindakan langsung itulah anak membentuk struktur kognitif tentang sutra dan logam.
          Pengetahuan sosial berhubungan dengan perilaku individu dalam suatu sistem sosial atau hubungan antara manusia yang dapat memengaruhi intraksi sosial. Contoh pengetahuan tentang aturan hukum, moral, nilai, bahasa, dan lain sebagainya. Pengetahuan tentang hal diatas muncul dalam budaya tertentu, sehingga dapat berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang dengan orang lain. Ketika anak melakukan intraksi dengan temannya, maka kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial dapat berkembang.
          Pengetahuan logika berhubungan dengan berpikir matematis, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman dengan suatu objek dengan kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi relasi atau penggunaan objek. Penggunaan logis hanya akan berkembang mana kala anak berhubungan dan bertindak dengan suatu objek, walaupun objek yang dipelajarinya tidak memberikan informasi atau tidak menciptakan pengetahuan matematis. Pengetahuan ini diciptakan dan di bentuk oleh pikiran individu itu sendiri, sebagai objek yang di pelajarinya hanya bertindak sebagai media saja. Misalkan pengetahuan tentang bilangan, anak dapat bermain himpunan kelereng atau apa saja yang dapat dikondisikan. Dalam konteks ini anak tidak mempelajari kelereng sebagai sumber pengetahuan, akan tetapi kelereng merupakan alat untuk memahami bilangan matematis. Jenis-jenis pengetahuan itu memiliki karakteristik tersendiri, oleh karena itu pengalaman pelajar yang harus dimiliki oleh siswa mestinya berbeda.
          Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkingan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari temannya sendiri. Melalui pergaulan dan hubungan sosial, anak akan belajar efektif dibandingkan dengan belajar yang menjauhkan diri dari hubungan sosial. Oleh karena itu melalui hubungan sosial itulah anak berintraksi dan berkomunikasi berbagi pengalaman dan lain sebaginya, yang memungkinkan mereka berkembang secara wajar.
          Selama menjalani proses kehidupannya, dari mulai lahir sampai dengan akhir hayatnya manusia tidak akan terlepas dari proses atau masalah. Selama kehidupannya manusia memiliki tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia akan dihadapan pada berbagai rintangan. Manakala ia berhasil mencapai rintangan itu, selanjutnya ia akan dihadapakan pada tujuan baru yang semakin berat, manakala ia berhasil mengatasi rintangan itu maka akan segera akan muncul tujuan yang lain, demikian kehidupan manusia. Manusia yang berkualitas dan sukses, adalah manusia yang mampu menembus setiap tantangan yang muncul. Dan manusia gagal adalah manusia yang tidak mampu mengatasi setiap hambatan sehinga ia akan tergusur oleh perubahan jaman yang sangat cepat berubah.
   Atas dasar urayan diatas maka proses pembelajaran harus diarahkan agar siswa mampu mengatsi setiap tantangan dan rintangan dalam kehidupan yang cepat berubah, melalui sejumlah kompetensi okupasional, kompetensi kultural, dan kompetensi temporal. Itulah sebabnya, makna belajar bukan hanya mendorong anak agar mampu menguasai sejumlah materi pelajaran, tetapi bagaimana agar anak itu memiliki sejumlah kompetensi untuk mampu menghadapi rintangan yang muncul sesuai dengan perubahan pola kehidupan masyarakat. Belajar adalah proses berfikir. Belajar berfikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui intraksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berfikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajar tetapi yang di utamakan kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated). Asumsi yang mendasari pembelajaran berfikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi di bentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang di milikinya atas dasar asumsi itulah pembelajaran berfikir. Memandang bahwa mengajar itu bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru pada siswa, melainkan suatu aktifitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuan. Menurut bettencourt (1985) mengajar dalam pembelajaran berfikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan,  membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justiftasi.
         

       s




[1]        Helmawati, pendidik sebagai modal, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h.19

[2]        Helmawati, pendidik sebagai modal, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h.21  
[3]        Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 161
[4]        Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 95
        [5]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar