A.
Apa Pengertian Televisi?
Televisi adalah sebuah media masa yang berbentuk layar yang memberikan kepada
khalayak sebuah sumber informasi, televisi menyajikan apa saja, mulai dari hal
yang baik hingga yang buruk dan ada juga yang
mengatakan bahwa televisi adalah media yang paling luas dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia, apalagi bagi anak-anak, kaum remaja, kaum ibu, dan jenis
media ini, sebagai media, audio visual, tidak membebani banyak syarat bagi
masyarakat untuk menikmatinya.
Telaah yang cukup banyak tentang televisi pada umumnya cenderung kepada
kesimpulan bahwa medium televisi ini melebihi kemampuan media masa lainya dalam
mempengaruhi sikap maupun prilaku khalayak. Kelebihan
televisi dalam mempengaruhi perilaku khalayak, yaitu menurut pandangan–pandangan
tersebut, berkat watak keteknikannya bercirikan gejala-gejala berikut ini:
1.
Bersifat lihat dengar
(audiovisual)
2.
Cepat mencapai khalayak yang
relatif tidak terbatas jumlahnya
3.
Televisi menghimpun dalam
dirinya gejala komunikasi radio, film (gambar hidup), komunikasi tertulis,
potret diam, serta kode analogik dan kode mediator lainnya.
4.
Televisi memiliki ciri-ciri
personal yang lebih besar dari media masa lainya, atau menyerupai komunikasi
tatap muka.
Ciri–ciri
tersebut berkembang pengertian bahwa siaran televisi seakan-akan memindahkan realitas kehadapan penonton, dan
seakan –akan penonton terlibat secara langsung atau hadir sendiri pada
peristiwa tersebut meskipun kejadian dan tempat itu mungkin sangat jauh dari
penonton. Sering kali peristiwa yang di liput oleh televisi tiba pada khalayak
pada peristiwa itu sedang terjadi (akutalitas objektif), sehingga derajat
keterlibatan penonton dan kejadian-kejadian yang bersangkutan sangat besar
(optical identification dan psychological identification).
Penelitian ini mencoba
mengindentipikasikan bahwa medium televisi yang banyak memberikan informasi
sering kali tidak sesuai bahkan bertentangandengan harapan mereka.
Demikian pula
banyak pendapat yang mengatakan, bahwa penonton televisi menjadi saksi visual
tentang bermacam-macam kejadian yang timbul di sekeliling dunia. Televisi pada
hakikatnya berfungsi juga memindahkan realitas dari satu tempat ketempat yang
lain.
Televisi dapat
diibaratkan seperti “karena melihat maka percaya” (seeing is believing)
dan “one ficture worth thousand words.” Sangat menunjang peranan
televisi untuk menarik kepercayaan masyarakat (Nicholas Jonhson, 1980).
Karena televisi
dan film hanya menghasilkan lembaga-lembaga elektronik yang berwujud pictorial
(gambar) dan suara, maka peranan kode yang diutarakan tersebut memang sangat
penting. Proses pembentukan lambang komunikasi melalui medium massa televisi
harus berlangsung dalam dua tahap, dimana terjadi penghasilan dari
pikiran-pikiran yang abstrak. Di balik itu “kontak” antara system media massa
khususnya televisi, dan pranata komunikasi tradisional dapat pula membawa
implikasi perubahan.
Elektronik memang
berperan penting dalam memenuhi kebutuhan informasi. Melalui media televisi
yang melalui hasil dari perkembangan elektronik komunikasi, kebutuhan informasi
dapat terpenuhi sehingga kita dapat menerima informasi dengan mudah, cepat, dan
lengkap. secara ponetik kata televisi berasal dari dua suku kata yang berbeda
asal bahasanya, yakni tele (Bahasa Yunani) yang berarti jauh dan visi atau
vision (bahasa inggris) yang berarti penglihatan. Jadi, televisi mempunyai arti
“melihat jauh”.
Maksudnya,
melalui televisi kita dapat melihat gambar dan mendengarkan suara secara
bersamaan. Sebenarnya gambar dan suara tersebut di produksi di tempat yang
berlainan. Disinilah terlihat bahwa jarak, ruang, dan waktu bukan halangan bagi
manusia mendapat informasi secara langsung sebelum televisi di temukan, teknologi
tercepat untuk mendapatkan informasi adalah radio. Dari radio kita hanya
mendapatkan informasi melalui suara.
Memang tidak ada
salahnya kita menonton televisi, yang salah adalah ketika kita telah tertipu
mentah-mentah oleh tayangan murahan yang bernilai, yang pada akhirnya akan
menguras waktu produktifitas kita waktu potensial untuk berkarya. Untuk itu,
perhitungkan untung ruginya, manfaat dan mudharatnya, jangan sampai kita
terbius oleh serunya jalan cerita. Kita tahu bahwa tayangan televisi akhir-akhir ini lebih banyak berakibat pada kekerasan, ponografi dan horror.
Dimana tayangan
tersebut tanpa disadari akan melemahkan syaraf-syraf kenormalan dalam beretika.
Sehingga yang terjadi menonton televisi, bukan saja waktu yang terbuang dengan
sia-sia, tetapi perlahan-lahan menuju dekandensi moral yang sulit tertanggulagi
jika televisi itu kurang kita manfatkan sebagai sumber informasi.
Maka dari banyak
anak-anak, kaum remaja, dan kaum ibu yang terpengaruh oleh tayangan televisi,
yang berpengaruh negatif dan akhirnya mengikuti adegan-adegan, gaya berpakaian
yang seharusnya tidak mereka tonton dan diikuti oleh mereka.
Dan untuk
menonton TV, cukup 40-45 menit untuk mengurangi dampak negatifnya, hera
menganjurkan bahwa batas menonton televisi sekitar 40-45 menit bagi usia 2-3
tahun dengan didampingi oleh orang dewasa ketika menonton. Dari berbagai
sejarah, kita bisa melihat hal itu, mulai dari sinetron bertema etnik, komedi,
misteri, sampai religi yang penomenal. Selagi masih diminati masyarakat program
tersebut akan didengar sampai masyarakat muntah-muntah, dan mengalami apa yang
dikatakan titik jenuh.
Memasuki abad ke
21 televisi menjadi media primadona bagi hampir semua lapisan masyarakat, baik
itu orang tua maupun anak muda wanita maupun peria, mereka yang tinggal di
pesisir pantai maupun yang tinggal jauh dipelosok-pelosok kampung. Julukan
sebagai “window of the word” menjadi kenyataan, karena kemampuanya membawa
banyak peristiwa yang terjadi diantero dunia ke dalam rumah tangga tanpa mengenal
kelas.
Daya tarik medium
televisi yang dipandang sebagai penggerak perubahan, juga telah memengaruhi
pikiran para pengambil kebijakan di Indonesia dengan di ambilnya sebagai
stasiun televisi.
B.
Apa Pengertian Anak
Anak adalah amanah bagi Ayah dan Bundanya,
hatinya suci ibarat permata murni yang bernilai tinggi. Ia bisa di ukir dan
diarahkan kemana saja, jika anak dibiasakan dan dibesarkan dengan kebaikan,
lalu mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat, maka Ayah Bunda dan para
pendidiknya mendapat pahala dari kebaikannya. Namun, jika ia dibiasakan dengan
keburukan lalu ia celaka, maka Ayah Bunda dan para pendidiknya menanggung dosa
keburukan.
Anak-anak bagaimanapun juga adalah amanah,
titisan berharga dari Allah kepada kita, para orang tua. Mereka terlahir dengan
fitrahnya yang penuh kebaikan tidak ada anak-anak yang terlahir dengan niat
membangkang pada orang tuanya. Tidak ada anak-anak yang terlahir dengan maksud
melukai ayah bundanya. Tidak ada anak yang terlahir bercita-cita untuk menjadi
anak nakal dan bermasalah.
Tapi mengapa sekarang anak-anak justru banyak
yang dituduh menjadi sumber masalah keluarga? Apakah karena terpengaruh
teman-temanya? Ataupun terpengaruh oleh media seperti televisi dan internet? Atau
justru pada kelainan para orang tua dalam mendidik atau mengasuh mereka
Cukup satu nasihat dari Rasulullah SAW ini
sebagai pengikat kita semua, para orang tua.
Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini)
melainkan ia dengan kesucian (fitrah).
Menurut beliau, anak mampu menerima hal-hal
yang baik maupun buruk. Pernyataan ini mengingatkan kita kepada pesan
Rasulullah SAW, yang berbunyi : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci.
Ayah Bundanyalah yang mengubahnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi
sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. (HR
Bukhari Muslim)”.
Selanjutnya, Imam Gojali menambahkan “Biasanya
watak seseorang itu. Ibarat melambung asalnya sehat, lalu terserang penyakit
lantaran makanan atau kondisi (tubuhnya) begitu pula anak yang baru lahir dari
Rahim Ibunya. Ia lahir dalam kondisi suci. Namun, Ayah Bundanyalah yang
menjadikan Nasrani, Yahudi, atau Majusi.
Dengan pernyataan ini, beliau ingin
menjelaskan batas antara pengaruh karakter bawaan dan pendidikan. Karena, hasil
proses pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh cara mendidik saja. Namun, hasil
ini dipengaruhi oleh karakter bawaan anak. Pendapat beliau ini sejalan dengan
pendapat para ahli psikologi modern.
Lebih jauh lagi, beliau menegaskan adanya
perbedaan gen dan karakter bawaan pada setiap individu. Perbedaan ini terbentuk
secara alami. Jadi, proses pendidikan hendaklah memperhatikan perbedaan
tersebut. Tujuannya, agar anak tidak dijejali dengan sesuatu yang tidak sesuai
dengan bakatnya, atau melebihi kapasitas kemampuan otaknya. Tindakan yang tidak
sesuai ini bisa memicu stress pada anak.
Oleh sebab itu, alangkah baiknya setiap selalu
meng upgrade pengetahuannya dalam proses pendampingan tumbuh kembang anak.
Ingatlah selalu bahwa mendidik anak adalah amanat yang berat. Saking beratnya,
ketika Allah menawarkannya kepada gunung, langit, yang tidak bisa menawarkan
amanat dari Allah SWT.
C.
Apa Pengertian Perkembangan
Dalam Psikolog, istilah perkembangan mengacu
pada konsep yang digunakan untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang ada dan
bekerja pada diri organisme atau individu tersebut.
Jadi, kalau kita berusaha memahami kondisi
atau kekuatan kekuatan yang menjadi penggerak dan pengarah tingkah laku
seseorang anak, berarti kita sedang memplejari motivasi. Juga kalau kita
berusaha menemukan cara-cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas tingkah laku seorang anak, berarti kita juga sedang
mempelajari motivasi.
Pada bagian ini, penulis tindak hendak
berteori. Penulis akan langsung pada kasus-kasus yang penulis dijumpai. Terutama
kasus-kasus anak-anak penulis sendiri.
Suatu ketika, Hasbi, anak pertama yang masih kelas satu sekolah dasar, terlihat
lesu. Bahkan dalam arti fisik. Sebagai orang tua, merasakan kesedihan itu.
Tedorong rasa kasihan dua cinta, Beberapa kali saya mendesak anak tersebut
untuk menceritakan masalahnya. Tapi ia diam seribu bahasa
D. Apa Pengaruh Tayangan
Televisi Terhadap Perkembangan Anak
Selain Sebuah Media Masa
Yang Memberikan Sumber Informasi Ternyata Televisi Memiliki Pengaruh Terhadap
Anak.
Coba anda stel TV dirumah,
tentu anda akan melihat tayangan-tayangan film barat (juga film Indonesia)
tentang perilaku kekerasan anak-anak menyaksikan tayangan tersebut cenderung
meniru sehingga mereka berprelaku agresif yang akan ia cobakan kepada saudara
dan temannya. Demikianlah dugaan banyak orang bahwa ia ada efek negatif TV
terhadap perilaku agresif anak-anak. “THE NATIONAL COMMISION ON THE CAUSES
AND PREVENTION OF VIOLENCE” (Komisi Nasional As tentang sebab-sebab dan perlindungan
tindakan kekerasan) (1969) menyimpulkan tentang pengaruh TV.
Pendapat diatas jelas sekali
membela bahwa media massa bukanlah bidang keladi, (penyebab) perilaku kekerasan
pada anak-anak dan remaja. Pendapat ini kurang disetujui terutama dari kalangan
pendidik. Namun banyak juga orang yang setuju dengan kesimpulan Komisi Nasional
AS diatas, bahwa factor-faktor penyebab perilaku agresif lebih banyak dari luar
media massa. Ada juga pandangan yang dikemukakan disini.
Pandangan Katarisis, mengemukakan bahwa tindakan
agresif dapat dikurangi juga bersangkutan menonton tayangan-tayangan film
kekerasan. Menurut mereka menonton tayangan TV dengan adegan kekerasan,
penyiksaan, pemerkosaan, kecenderungan, dan pembunuhan dapat menyalurkan nafsu agresivitas
sehingga kecenderungan agresif akan berkurang.
Pandangan
Non-Signifikasi, mengatakn bahwa tayangan berbagai perilaku kekerasan dalam media massa
khususnya TV, tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penonton atau
seorang individu adalah karena situasi tertentu yang mempengaruhi kepribadian,
seperti frustasi yang dialami agak lama, kehidupan masa lalu yang diwarnai
lingkunag agresif misalnya pretengkaran orang tua atau tetangga.
1. Pengaruh Tayangan Televisi
Terhadap Perkembangan Anak
Data yang dirilis komisi
perlindungan anak indonesi (KPAI) pada tahun 2012 sungguh mengejutkan, sebanyak
91% anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87,6% anak menjadi
korban kekerasan di sekolah, 80,2% anak menjadi korban kekerasan di lingkungan
masyarakat, dan 78,3% anak menjadi pelaku kekerasan. Dan yang lebih
mengejutkan, banyaknya kekerasan yang dilakukan anak-anak ternyata disebabkan
karena mereka terinspiransi oleh tayangan televisi. Pengaruh TV lebih dasyat
ketimbang prilaku orang tua dan media cetak. Demikian perwakilan wakil ketua
komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI).
Masalahnya, mengapa anak
–anak menjadi begitu tertarik kepada televisi bahkan kecanduan? Secara fisik
memang televisi memiliki keunggulan dibanding media lain. Perpanduan audio dan
visual yang bergerak secara dinamis tentu lebih menarik daripada media lain
yang statis seperti buku, koran atau majalah. Tak heran bila anak-anak lebih
memilih menonton televisi daripada membaca.
2. Pengaruh Yang Besar
Terhadap Kegiatan Penyebaran Informasi
Salah satu dampaknya adalah
yaitu masuknya nilai-nilai asing secara disadari atau tidak disadari telah
memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada anak atau bangsa.
Walaupun belum ada bukti empiris secara lagsung bahwa nilai-nilai asing
tersebut seluruhnya memberikan dampak negatif abagia anak atau bangsa, namun
jika tidak dilakukan upaya antasipasi apapun, bukan tidak mungkin dimasa depan
nanti bangsa ini akan menjadi bansa yang berpendirian lemah serta sangat mudah
hanyut oleh hiruk pikuknya dinamika globalisasi, dan pada akhirnya akan mudah
dikendalikan oleh bangsa lain.
3. Pengaruh tayangan televisi
pada hasil belajar anak
Berbagai riset medis
membuktikan bahwa anak-anak yang duduk lama didepan computer atau televisi akan
mengalami kesulitan untuk mengkonsentrasikan mata .
Kenyataan bahwa kebiasan
bermain game elektronik atau menonton televisi menyebabkan tidak memperhatikan
pelajaranya. Ini yang di amati para peneliti tentang adanya hubungan antara
lamanya menonton televisi dengan berkurangya kemampuan belajar. Empat riset
modern yang dilakukan oleh akademi kesehatan otak anak di amerika serikat
membuktikan bahwa empat hubungan negatif yang kuat antara menonton televisi dan
prestasi belajar.
Nicholas Van Rike, ketua
majelis nasional anak dan televisi di amerika serikat mengatakan bahwa televisi
bisa menjadi musuh anak-anak dan bisa menjadi hadiah indah bagi mereka.
Menonton TV secara sembarangan dapat merampas sebagian besar usaha anak dan
menyia-nyiakan waktu penting yang seharusnya dihabiskan untuk belajar, bermain,
dan tidur.
Sebagian besar orang tua
membolehkan anak-anaknya menyelesaikan tugas-tugasnya sambil dengan menonton
acara televisi. Namun, sebagian besar pendidik yang bahwa meskipun anak dapat menyelesaikan tugasnya didepan
televisi, tetapi terpecahnya konsentrasi menghalangi anak untuk mengambil
manfaat dari bahan bacaanya. Karena membaca yang bersifat prosesif yang disebut
dengan berfikir dedukatif membutuhkan konsentrasi lebih besar agar bisa menghasilkan
kesimpulan, membentuk hukum dan penafsiran, dan membangun pemikiran baru dalam
otak anak. Ini adalah faktor penting yang membentuk kebiasaan membaca yang
benar.
4. Chanel –Chanel Televisi
Satelit Memperogram Akal Anak
Faiz at-Talawi, professor
ilmu Sosial di Universitas Nasional An- Najah mengatakan bahwa informasi
saluran televisi satelit itu sudah paten, terbentuk, dan ditemukan dalam
rangkaian acara tertentu, sehingga tidak dapat membantu mengembangkan jiwa
imajinasi dan inovasi pada anak-anak. Dia menambahkan bahwa saluran-saluran
televisi satelit memiliki kemampuan untuk merubah pandangan anak terhadap
kehidupan sekitar mereka dengan terus menonton acara-acara tertentu. Pemahaman
itu akan terus tertanam kuat dalam otak mereka dan akhirnya merubah sikap mereka
terhadap orang dan pandangan mereka terhadap permasalahan yang ada, yang
kemudian mengubah penilaian dan sikap mereka terhadap saluran televisi
tersebut. Dr. At-Talawi menegaskan bahwa perubahan sikap dan orientasi tidak saja terjadi terhadap orang lain dan
permasalahan yang ada, tetapi mencakup nilai dan perilaku. Dengan kata lain
itulah sumber bahaya yang sebenarnya.
Mengenai cara bagaimana
sarulan parabola dapat mempengaruhi prilaku dan nilai-nilai yang dimiliki
anak-anak, Dr. At-Talawi mengatakan, “seorang
anak menjustifikasi sebagai hal itu baik atau buruk melalui informasi yang
diambil dari lingkungan sekitarnya. Karena anak menghabiskan sebagian besar
waktunya dengan menonton saluran parabola maka ia dengan tidak sengaja akan
mendapatkan justifikasi terhadap beberapa hal sesuai dengan justifikasi dan
tayangan yang dinikmatinya.
Padahal tayangan yang
diperlihatkan oleh seluruh televisi tidak kurang dari music dan sinetron yang
berisi tentang adegan kekerasan, percintaan, pertengkaran, dan intrik-intrik
untuk menjahati orang lain. Tentu hal ini akan sangat mempengaruhi prilaku anak
dimasa depan.
Oleh karena itu, Dr,
Sa,diyah Bahwar, ahli ilmu anak menegaskan bahwa orang tua harus membayar mahal
jika anaknya telah terkena pengaruh acara-acara televisi yang tidak baik untuk
anak juga orang dewasa, sebagai program acara televisi mengandung tayangan yang
memperindah kebiasan-kebiasan buruk seperti mengucapkan kata kata kotor, bahasa
slang (bahasa gaul), meroko mengkonsumsi minuman keras, narkoba, pacaran,
hubungan sesama jenis. Masalah yang bukan hanya terdapat pada acara, tetapi
juga dalam iklan-iklan yang hadir, yang
sebagian besar memanfaatkan tubuh wanita, sugesti seksual, dan promosi barang. Dr,
Chasan ‘Ali, 43 tahun, ayah dari beberapa anak berkata, “anaku yang paling
kecil berusia 7 tahun, meskipun tidak pernah absen satu jam pun dalam menonton
televisi, ia tetap bisa berhasil dalam pelajaranya dan mengurangi menonton
beberapa tayangan parabola, khususnya film kartun yang mengendalikan otaknya,
tetepi saegala bentuk usaha kami selalu gagal.
Seorang ayah mengkritisi
program acara TV yang di tayangkan oleh
seluruh parabola, karena tidak da sensor dan sering menyangka acara yang tidak
beradab. Ayah tersebut menjelaskan bahwa ada stasiun-stasiun televisi yang
menyiarkan acara khusus anak yang isinya tidak sesuai dengan daya piker anak,
seperti kisah-kisah cinta dan beberapa cuplikan perbuatan yang senonoh yang
dapat menghancurkan prilaku dan akhlak anak.
Sekalipun ini ada puluhan
channel stasiun televisi lokal, penonton pun bebas memilih acara yang mereka
suka, tidak ada pembatasan tayangan yang jelas antara acara anak-anak dengan
acara orang dewasa. Anak–anak bebas menonton sinetron percintaan dan kekerasan pada
siang bolong. Acara anak-anak juga sering dibumbui cerita ala orang dewasa,
seperti naksir pada teman perempuanya ataupun ucapan-ucapan kasar. Maka jadilah
anak-anak karbitan, anak yang matang sebelum waktunya.
Begitu pula untuk pembatasan
usia dan waktu tayang, stasiun-stasiun TV kita cenderung biasa dan tidak jelas.
Tidak dapat dibedakan secara tegas antara acara untuk komsumsi anak-anak dan
dewasa, sebagai contoh disalah satu stasiun TV swasta Indonesia pernah ada
salah satu sinetron berjudul “Aladin”, dalam sinetron ini (yang sepertinya
mengambil ide dari dongeng dari negri 1001 malam ) digambarkan terdapat tokoh
aladin dan jasmine. Hanya saja mereka masih menggunakaan seragam SD. Nampaknya
sinetron ini mendidik konsumen anak-anak, namun kemudian jika dititik dari alur
cerita dan adegan-adegan di dalamnya yang banyak mengandung kenakalan dan
kekerasan. Rasanya tidak pantas untuk dikomsumsi anak-anak. Darisinilah Nampak
ketidak jelasan, sinetron ini untuk komsumsi siapa anak-anak atau orang dewasa.
Hal seperti ini banyak sekali kita temukan dalam tayangan-tayangan di
televisi kita. Belum lagi penayangan film atau sinetron komsumsi orang dewasa
pada jam-jam dimana anak-anak masih beraktifitas, saat mereka bermain atau
belajar, tentu hal itu sangat menggangu dan merusak.
Konsentrasi atau fokus dapat meningkatkan daya ingat otak manusia. Orang
yang terbiasa berkonsentrasi dan fokus akan mudah mengingat hal-hal yang sedang
d lihat, dengar, dan persepsikan. Konsentrasi merupakan salah satu kondisi
pikiran yang fokus terhadap satu sobjek tertentu yang sedang dalam bidikan
pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar